#UmairNidaNikah 6: Saya Kira Bercanda
12:27 AM
Waktu sudah menunjukkan untuk saatnya pulang kantor. Jam kerja di Ma'had berlangsung hingga pukul lima sore hari. Tapi karena di musim dingin seperti ini senja datang lebih awal, jadwal Maghrib-nya menjadi tidak jauh dari jam-jam segini ―biasanya sih sebelum hari benar-benar masuk ke gelapnya petang, adzan Maghrib sudah berkumandang. Maka selepas shalat Maghrib berjamaah terlebih dahulu di mushalla Ma'had, saya dan Bu Pur kemudian memutuskan untuk bersegera menuju Roppongi Station dan pulang ke rumah.
Sebetulnya, Bu Pur memiliki kebiasaan untuk berangkat ke kantor dan pulang bareng dengan Ustadzah Samiyah; sensei bahasa Arab asli Sudan yang sudah Bu Pur anggap seperti ibu sendiri. Rumah Ustadzah Samiyah juga bertempat di Chiba dan hanya berjarak satu bus stop saja dari tempat Bu Pur. Ustadzah Samiyah biasa diantar-jemput ke Ma'had oleh suaminya yang bekerja di daerah Tokyo juga, tepatnya di kantor Saudi Embassy. Sayangnya tadi pagi, saya dan Bu Pur bersiap meninggalkan rumah agak terlambat dari waktu biasanya Bu Pur mendatangi kediaman Ustadzah Samiyah, hingga akhirnya naik kereta pun jadi satu-satunya pilihan saja. Sementara untuk pulang bareng hari ini, Ustadzah Samiyah telah bilang kepada kami bahwa suaminya mungkin akan datang agak terlambat. "Yaudah kita cepetan ke eki (station) naik train aja ya, Neng," ujar Bu Pur memutuskan.
Baru saja berjalan sampai dengan gerbang Ma'had, Bu Pur menyadari kedatangan mobil mewah milik Ustadz Birkiyah ―suami dari Ustadzah Samiyah, memasuki pagar Ma'had dan menuju tempat parkir. Spontan, mereka berdua saling sapa. Ditanyalah oleh Ustadz Birkiyah tentang siapa saya. Dengan spontan juga Bu Pur bilang bahwa saya adalah adiknya. Haha. "Nida-chan is my little sister. She came here for the Qur'an competition last week," hingga kemudian percakapan kecil ini berbuah kepada diajaknya Bu Pur dan saya masuk mobil Ustadz Birkiyah agar kami pulang bersama menuju Chiba. Ustadz Birkiyah tidak sendirian di mobil itu. Ada juga anak perempuannya yang duduk di kursi sebelahnya. Saya dan puterinya itu pun kemudian berkenalan, namanya Nashrin; ibu muda yang juga wanita karir. Beberapa menit setelahnya, Ustadzah Samiyah datang dari arah Ma'had menuju tempat parkir dan masuk mobil yang saat ini saya tumpangi. Jadilah sekarang kursi belakang mobil ini penuh dengan tiga orang sekaligus; Ustadzah Samiyah, saya yang duduk di tengah-tengah, dan juga Bu Pur.
Perjalanan sekitar satu jam di mobil menjadi tidak terasa karena perbincangan lumayan seru yang berlangsung di antara kami berlima. Karena saya ibaratnya adalah 'penumpang tamu' di mobil ini, jadilah fokus pembicaraan kami pun bertitik berat kepada topik soal saya, tentang siapa saya sebenarnya, dimana saya tinggal di Jepang, belajar apa di Beppu, dan kenapa bisa 'terdampar' di rumah Bu Pur sekarang. Ternyata Ustadz Birkiyah juga kenal dengan Prof. Khan; dosen APU asal Pakistan yang juga menjadi semacam petinggi komite Masjid Beppu. "Send my regard to Khan," ujarnya. Sementara seperti halnya ibu-ibu kebanyakan yang bangga terhadap anak gadisnya, Bu Pur malah mempromosikan saya habis-habisan. Dibilangnya saya ini juara 3 lomba tilawah di Ma'had minggu lalu dan hafalan saya sudah sekian juz banyaknya. Tidak lupa Bu Pur juga menambahkan banyak 'bumbu penyedap' ke dalam ceritanya. Ujung-ujungnya sudah bisa ditebak. Tipikal ibu-ibu pada umumnya yang sedang senang-senangnya punya anak gadis umur dua puluhan. Tanpa minta persetujuan dulu dari saya, bercandaan selanjutnya malah membikin saya menepuk pelan lengan Bu Pur. "Do you have someone for her, Ustadz?" tanya Bu Pur kepada Ustadz Birkiyah.
Bukannya merespon dengan tertawa, Ustadz Birkiyah malah menjawab pertanyaan Bu Pur dengan antusias. Katanya ada teman dekatnya yang sedang mencarikan jodoh untuk anak laki-lakinya yang masih membujang dan meminta pertolongan Ustadz Birkiyah untuk dicarikan isteri untuk si anak tersebut. Spesifikasi orang itu kemudian dijelaskan oleh Ustadz Birkiyah lumayan lengkap: setengah Jepang setengah Pakistan yang sudah muslim dari lahir, seorang imam di Masjid Hachioji yang dibangun oleh Saudi Embassy, hafal Qur'an 30 juz mutqin, dan khatam Qira'ah Sab'ah.
Dari cerita Ustadz Birkiyah, sampai di titik dimana beliau bilang bahwa orang tersebut adalah seorang Hafidz, saya belum terlalu terkejut. Toh walaupun memang menikah dengan seorang Hafidz merupakan salah satu impian saya, nyatanya saya masih belum pede untuk membersamai seorang Hafidz da hapalan saya mah naon atuh. Tapi berseberangan dengan rasa inferior saya, dalam hati, saya malah sedikit sangsi karena sebelumnya pernah juga saya berproses dengan seorang Hafidz, jadinya tidak se-excited seperti sebelumnya. Nyatanya dari proses tersebut, saya jadi belajar bahwa gelar Hafidz itu bukan jaminan lurusnya sebuah niatan seseorang. Sama sekali bukan jaminan kepahaman manusia akan makna sesungguhnya pernikahan yang berlandaskan Tuhan dan keikhlasan. Wallahu a'lam bisshawab.
Namun pada bagian dimana Ustadz Birkiyah bilang bahwa orang itu menguasai Qira'ah Sab'ah, saya cukup kaget dan merespon Ustadz Birkiyah dengan binar-binar khas anak ingusan minta dibelikan mainan. Wah keren, pikir saya. Sepemahaman saya, Qira'ah Sab'ah adalah cara membaca Qur'an yang Rasulullah ajarkan di dunia hingga Rasulullah wafat. Jadi ada banyak sekali sebetulnya cara membaca Qur'an, namun yang diajarkan di Indonesia pada umumnya hanya satu saja di antara tujuh cara tersebut, yaitu Qira'ati yang biasa kita pelajari lewat buku Iqra. Maka jangan heran ya, kalau kita sedang berperjalanan ke suatu tempat atau luar negeri kemudian kita ikut shalat berjamaah di masjidnya sementara imam masjidnya nanti membaca surat Ad-dhuha tidak dengan pelafalan "Waddhuhaa" melainkan "Waddhuhee". Tenang saja, jangan men-judge dulu imam masjidnya sesat. Itu berarti imamnya sedang memakai cara lain membaca Qur'an dalam Qira'ah Sab'ah yang berbeda dengan kita, namun kitanya saja yang terlewat tidak tahu ilmunya. Pemahaman tentang Qira'ah Sab'ah ini juga lah yang telah membuka mata saya dan sadar sesadar-sadarnya bahwa terkadang ―khususnya dalam masalah agama, apa yang kita anggap salah itu sebenarnya tidak salah atau tidak salah-salah amat, tapi kitanya saja yang tidak tahu ilmu di balik hal tersebut. Ciyeh saya mulai sok bijak...
***
8 Januari 2016, Tokyo Arabic Institute, Minato-ku, Tokyo
Karena dijanjikan traktiran makan siang oleh Mubarak-san, hari ini saya datang lagi ke Ma'had sekadar memenuhi undangan saudara seiman sekaligus perwujudan rasa terima kasih saya kepadanya karena telah memberi saya uang dengan besar lumayan. Sayangnya, Mubarak-san ternyata punya pekerjaan penting yang tidak bisa ia tinggalkan. Jadilah uang traktirannya dititipkan ke Bu Pur untuk kami berdua belanjakan sampai kenyang di sebuah restoran halal yang kemarin ia janjikan. Ada sedikit kejadian lucu sebelum kami berdua pergi ke restoran. Sesaat setelah Ustadzah Samiyah selesai mengerjakan shalat Dhuha di mushalla, beliau tiba-tiba bilang suatu hal terkait dengan perjodohan dalam kalimat yang saya lupa persisnya bagaimana. Lutut saya seketika melemas. Jangan-jangan betulan akan kejadian. Sementara saya masih dalam keadaan deg-degan, Bu Pur malah bilang, "Ah jangan geer kamu," ucapnya untuk tidak membesarkan hati saya dan mungkin agar saya tidak terlalu banyak berharap.
Sore harinya, kami ikut pulang lagi dengan Ustadzah Samiyah seperti kemarin. Kali ini Ustadz Birkiyah datang sendirian tidak bersama Nashrin-san. Ustadzah Samiyah kemudian masuk ke bagian belakang mobil disusul dengan saya dan Bu Pur. Rupanya kursi depan tetap disisakan untuk Nashrin-san yang akan segera kami jemput bersama ke kantornya. Di tengah jalan menuju kantor Nashrin-san, Ustadz Birkiyah menyebut-nyebut lagi soal orang yang kemarin dibicarakan tengah mencari isteri itu. Sementara saya dan Bu Pur masih terbengong-bengong kenapa joke kemarin bisa menjadi perkara seserius ini, tepat ketika mobil yang dikendalikan Ustadz Birkiyah sampai di kantor Nashrin-san, sebuah telepon datang ke cellphone-nya. Sambil bercakap dengan si penelepon tersebut, Ustadz Birkiyah bertanya berapa umur saya sekarang, dll.
Telepon disudahi. Nashrin-san datang ke mobil. Ustadzah Samiyah kemudian berbicara padanya dengan bahasa mereka, sepertinya sedang menceritakan apa yang sedang terjadi di mobil ini. Ustadz Birkiyah kemudian menyodorkan cellphone-nya kepada saya dan menyuruh saya mengetikkan nama lengkap saya, jurusan kuliah saya di APU dan juga berapa umur saya di sebuah chat room antara Ustadz Birkiyah dengan si penelepon barusan. Dari chat room inilah saya jadi tahu bahwa orang tersebut bernama Umair Morita. Tanpa sepengetahuan Ustadz Birkiyah, saya add Line ID saya pakai Line Ustadz Birkiyah, kemudian saya kirim kontak Umair ke akun Line saya lalu saya hapus chat room antara saya dengan Ustadz Birkiyah.
Sebuah telepon datang lagi. Ternyata masih dari orang yang sama. Kali ini Ustadz Birkiyah berbicara dengannya agak lama. Saya dan Bu Pur masih saling tatap tak percaya. Di detik-detik ini jalannya waktu sama sekali tidak bisa saya rasa. Ustadzah Samiyah mencoba meyakinkan Bu Pur bahwa semua akan baik-baik saja. Lutut saya melemas untuk kedua kalinya hari ini. Saya berada dalam kegugupan yang saya tidak tahu namanya apa. Tapi saya yakin Allah tahu persis apa yang tengah saya rasa. Telepon kedua dari orang tersebut membuahkan kabar mencengangkan. Ustadz Birkiyah lalu menjelaskan bahwa Bu Pur dan saya diminta datang ke Yuai Islamic International School untuk bertemu dengan Umair-san besok siang. Besok siang, Saudara-saudara! BESOK SIANG!
Ketercengangan ini tidak langsung berhenti pada undangan pertemuan dadakan saja. Ustadz Birkiyah dikirimi oleh orang itu sebuah foto diri, dan dilalahnya, ternyata orang tersebut adalah orang yang pergi haji bersama Bu Pur dan Salman-san di musim haji 2015 lalu. Spontan, Bu Pur menyeru dengan suara agak keras dari biasa, "Ya Allah, Da! Ini mah aku kenal! Dia orangnya masyaaaAllah banget, Da! Malahan aku tadinya pengen jodohin dia sama adikku..."
12 komentar
Bacanya ikut deg-degan .-.
ReplyDeleteSubhanallah. Barakallah, Nida :)
ReplyDeleteBarakallah ka Nida
ReplyDeletenda, masih inget aku ga?
ReplyDeletekaget banget dapet kabar ini dari kamu..
at least selamat ya nda.. semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah dan bahagia selalu..
barakallah nda..
ditunggu #umairnidanikah 7
Tetap positif thinking dan selamat ya mba nida.. salam kenal :)
ReplyDeletewidazee.blogspot.co.id
Luar biasaaa nda emang subhanallah :')
ReplyDeleteHi dear, I really tried my best to hold these tears from falling. It's a combination of happiness and sadness, for you to marry, and to be taken this fast (peluk nda :'( ). The world conspires, for each step you take leads you closer to Allah's fate. If only you hadn't gone to APU. If only it's not IC. So many ifs to show that this is actually the destined path for you.
ReplyDeleteHave fun sailing together, doakan segera menyusul, doakan juga bisa visit2 kamu :3
Love and hugs (and tears),
Nasha :)
Subhaanallaah kesungguhan dan tekad yg bulatmu utk menghafal dan berinteraksi dg Al Qur'an tlah Allah jawab dg menyediakan 'guru' sekaligus imammu utk lgsg belajar dg mudah.Ga hrs ninggalin kuliah lg Nid...subhaanallah..man jadda wa jada..gapai suksesmu selanjutnya ya..Impian yg sgr kan mewujud mnjd cita2 mulia...Al Hafiidzhoh..insyaa Allaah.Aamiin Yaa Robb..
ReplyDeleteDitunggu episode selanjutnya.
ReplyDeleteSelamat ya Nida dan Umair-san untuk pernikahannya. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah. Semoga semakin banyak amal kebaikan yang digoreskan oleh hadirnya keluarga baru ini. :)
Hugs from Jogja.
Ndaa, mewek gue 😭😭
ReplyDeleteDitunggu #UmairNidaNikah 7
*Bisa dibikin buku ini ndaaa 😁
Nda.... gue spechless jadi makin pengen ketemu :(
ReplyDeleteSemuanya, makasih banyak ya atas doa-doanya untuk pernikahan saya. Terharu banget ketika banyak yang ikut bahagia dan bisa ambil hikmah dari cerita yang saya bagi. Semoga Allah melimpahi kita semua dengan hidayah-Nya. Da kita mah naon atuh cuma gudangnya dosa dan salah, huhu. Sekalinya dapet hikmah untuk ngelakuin hal yang bener, Allah fasilitasi kita untuk nge-double-in pahalanya dengan berbagi ke orang lain supaya barangkali bisa ada yang ikut tafakur atas kebesaran-Nya. Itu pun kalo jauh dari riya. Semoga saya dijauhin dari riya ketika niat nulis. Aamiin. Makasih banyak semuanya!
ReplyDelete