#UmairNidaNikah 2: Umrah dan Mahram
4:23 PM
"Apa yang menurut kalian paling dasar untuk diubah? Kebanyakan kita pasti akan menjawab mengubah diri sendiri. Tapi ternyata ada hal yang lebih mendasar dari "diri", yaitu: niat. Dan saya belum pernah menemukan jawaban yang lebih mendasar lagi ketimbang jawaban itu sampai saat ini."
―Uyun, 2015
***
Perkataan di atas diletupkan seorang adik tingkat saya pada sebuah sharing di pengajian mingguan AP-House beberapa waktu lalu. Sekiranya apa yang dia katakan itu benar, maka keadaan saya sekarang ini termasuk dalam masa kritis pelurusan niat untuk apa perjalanan ke Tokyo ini sebetulnya saya tujukan. Merasa tersadarkan, doa-doa saya pun kemudian dipenuhi dengan permintaan soal pelurusan niat, semoga niat perjalanan ini betulan karena Tuhan bukan karena faktor hadiah Umrah yang ditawarkan dalam perlombaan tilawah Qur'an.
Hari perlombaan pun tiba. Lomba yang diadakan di Tokyo Arabic Institute yang terletak di area Minato-ku, Tokyo, ini akan dimulai sekitar pukul 11 pagi. Institusi pembelajaran bahasa Arab ini pada dasarnya adalah sebuah lembaga yang berada di bawah naungan Saudi Embassy untuk negara Jepang. Setiap tahunnya, Tokyo Arabic Institute mengadakan lomba hafalan Qur'an dan lomba tilawah untuk muslim yang sedang tinggal di Jepang. Pada tahun ini, ada dua belas peserta wanita dewasa yang ikut berlomba di level yang juga saya ikuti. Kedua belas peserta di level ini berasal dari beberapa negara berbeda, ada yang dari Indonesia seperti saya, dari Malaysia, timur tengah seperti Mesir dan Syiria, dan juga dari Jepang. Walaupun menurut saya pribadi agak disayangkan kalau orang Mesir yang jelas-jelas Arabic native speaker harus disamakan kompetensinya dengan mualaf dari Jepang, sebetulnya, teknis perlombaan tilawah ini sangat sederhana. Kami hanya diminta membaca Qur'an dengan tahsin dan hukum tajwid yang benar. Para peserta akan dipanggil berdasarkan urutan, kemudian akan ada seorang panitia yang menunjukkan ayat-ayat mana saja yang harus kami baca. Sementara ketiga syekh yang berada jauh di meja seberang akan mendengarkan dan menilai dengan seksama.
Bicara soal persiapan, semalam sebelumnya saya sudah menelepon Ustadzah Azra untuk tasmi' hafalan sekaligus mentoring bacaan. Ustadzah Azra adalah ustadzah yang menerima setoran hafalan saya dan anggota kelompok saya pada karantina menghafal Qur'an di Bali, bulan Desember tahun 2014 lalu. Ustadzah yang satu ini masih berumur enam belas tahun, tapi hafalannya sudah sempurna 30 juz dan tahsin bacaannya sungguh baguuuus sekali. Seringnya kalau saya dan dia hanya sedang berdua, saya memanggilnya dengan sebutan "Ajrun" saja karena sudah saya anggap seperti adik saya sendiri. Ajrun adalah salah satu penginspirasi saya untuk bersemangat mengejar target hafalan Qur'an. Pun dengan akhlaqul karimahnya yang terasa tulus sampai ke hati, menyadarkan saya bahwa masih banyak sekali PR yang saya miliki untuk memperbaiki diri.
Dalam lomba tilawah ini, saya adalah peserta kedua terakhir yang dipanggil. Alhamdulillah, proses tes bacaan saya berjalan lancar. Ketika peserta terakhir dari Mesir dibalik cadar abu-abunya melantunkan ayat-ayat Qur'an dengan begitu fasih dan merdu, seketika saya jadi tahu. Saya jadi tahu bahwa saya tidak mungkin menang juara satu. Intuisi saya bilang bahwa orang tersebut akan menyabet posisi pertama pada perlombaan ini. Walaupun pengumuman pemenang baru akan diumumkan sore hari sehabis waktu shalat Maghrib datang, setidaknya intuisi ini membuat saya lebih ancang-ancang. Di awal kepergian dari Beppu pun jangan sampai diniatkan untuk menang dan mengejar hadiah Umrah ―walaupun berangkat ke Baitullah, saat ini adalah impian saya paling besar dari sejak dua tahun lalu.
Saya membesarkan hati saya. Dipikir-pikir, kalaupun saya mendapatkan tiket Umrah tersebut, akan bersama siapa saya harus terbang? Tiket pulang-pergi Jepang-Mekah hanya akan diberikan kepada satu orang tanpa ada tambahan ongkos biaya yang sama bagi mahram atau pendamping si penerima hadiah Umrah tersebut. Lagipula, memangnya saya punya mahram atau pendamping yang bisa menemani saya berangkat Umrah dari Jepang?
"Ya Allah, jika undangan ke rumah-Mu tidak Kau rezekikan untuk datang dari perlombaan ini, hamba mohon tempatkan hamba pada kesempatan yang lebih mulia..."
―pada kata "lebih mulia" saya mengimplisitkan permohonan agar Allah mau melengkapkan keadaan saya supaya siap menerima rezeki berupa Umrah dari-Nya, dimana keberadaan mahram adalah salah satu dari kelengkapan tsb. Ciyeh saya mulai ngode ke Allah nih ye...
0 komentar