Antara Bahasa dan Rasa
2:23 AM
Bagaimana rasanya ketika laki-laki yang kamu cintai, yang selalu jadi inspirasimu untuk menulis, yang segala tentangnya membuatmu ingin selalu berbangga terhadapnya lewat kata-kata yang kamu bisa rangkai dalam rima; sama sekali tidak mengerti apa arti dari setiap tulisanmu? Sementara menerjemahkannya ke dalam bahasa yang kamu dan dia sama-sama mengerti tetap saja tidak serta-merta menyalin segala hal yang sebetulnya kamu rasakan terhadapnya. Beruntungnya, ialah "mata": sebiji bola yang Tuhan titipkan kepada kita yang pada akhirnya membuat kesenjangan bahasa antara sastra yang lahir dari rasa dan keterbatasan linguanya bertemu di satu titik paham yang sama, bahwa ternyata kita berdua saling cinta. Yang pada akhirnya saling mengiyakan, bahwa ternyata kita saling mengagumi tidak hanya pada kebaikan-kebaikan kita saja, tapi utuh-seutuhnya sampai kekurangan satu sama lainnya. Yang pada akhirnya kita hanya sama-sama bersandar pada kemampuan nanar-nanar mata kita untuk saling mengungkapkan bahwa buncah kasih sayang itu benar-benar ada pada masing-masing diri kita. Karena cinta tidak sebatas rasa saja, tapi pengorbanan, pemaafan, dan pemahaman hingga kelak menua bersama.
Teruntuk suamiku tercinta, Mohammad Umair Morita.
November 16th, 1.13 to 1.36 am
0 komentar