Butuh waktu lama untuk pada akhirnya saya membubuhkan sedikit tulisan di postingan tentang postcard dari Kak Fitri ini. Alasannya karena di momen-momen tertentu, saya selalu gelagapan dan hilang kata tiap berbicara kepada atau tentang orang yang sangat dekat dengan saya, termasuk salah satunya Kak Fitri. Boleh dibilang, saya suka 'sebal' karena Kak Fitri terlalu baik pada saya sementara saya tidak mampu membalas dengan perhatian atau hadiah serupa. Kak Fitri selalu ingat hari ulang tahun saya, memberi saya kado, dan hal-hal spesial lain yang saya rasa tidak hanya kepada saya saja dia membagikan bentuk kasih sayang seperti itu. Saya 'sebal' atas ketidakmampuan saya berbagi perhatian kepada orang sebagus itu. Saya merasa terlalu dispesialkan untuk menjadi seseorang yang sebegini remehnya. Saya merasa sungkan atas ini dan itu. Tapi barangkali, sedikit doa tidak luput saya panjatkan tiap ingat Kak Fitri, semoga apa yang dimau tapi tidak didapatnya membuahkan pelajaran dan apa yang dimau dan sedang diusahakannya membuahkan keberhasilan. Aamiin. Salam sayang dari saya, Kak!
Postcard di atas ini saya terima dari seorang Deria Pratiwi. Saya dan Deria sebetulnya tidak pernah berkenalan secara langsung. Tapi kami saling mengenal pertama kali lewat seorang teman saya di karantina menghafal qur'an Hamasah batch kedua, namanya Ahla asal Batam. Ahla ikut lagi karantina tersebut di batch ketiga sementara saya sudah kembali kuliah di Jepang pada saat itu. Di karantina batch ketiga itulah Ahla kenal dengan Deria, salah satu peserta yang berasal dari Bekasi.
Tiba-tiba suatu hari, Deria mengirim saya pesan di Facebook kalau dia terkesan dengan kisah saya di blog ini. Kami pun kemudian berteman di media sosial tersebut, lalu saya tawari Deria untuk kirim-kiriman postcard. Sayangnya, saat postcard Deria sampai ke rumah saya, Ibuk saya yang menaruh postcard tersebut di atas sebuah rak dekat dapur sebelum sempat diberikan dulu postcard itu ke tangan saya, sehari setelahnya tidak sengaja menaruh panci panas di atas rak tersebut. Wah, sedih banget sebetulnya. Tapi apa boleh buat, namanya juga enggak disengaja, tentunya saya lah yang harus maklum. Akhirnya saya beranikan bilang ke Deria kalau postcard darinya rusak dan enggak bisa terbaca sama sekali tulisannya, huhu. Maaf ya, Der...
Alih-alih kecewa, Deria justeru menawari satu postcard lagi untuk saya! Yeay! Pastinya saya janjikan juga untuknya dua balasan postcard sekaligus yang saya kirim dari Beppu. Thanks, Der! Semoga kita bisa ketemuan ya, kalau saya pulang ke Indonesia ^^
I
Ada cinta
Di rumah kita
Di bangun pagi kita
Di wastafel saat bersikat gigi bersama
Di kursi kayu tempat kita bercengkerama
Di suapanmu untuk kukunyah waktu kita makan berdua
Di jengkal helai hitam basahku yang kau bantu keringkannya
Di jeda sembahyang wajib dan sunnahnya yang kupakai untuk bermanja
Di tempat istirahat kita yang lebarnya tak seberapa
II
Ada sentuh
Dimana-mana
Ada kasmaran
Dimana saja
Ada rayu
Di tiap kata
Ada kerling
Di tiap tatap mata
III
Pada cara hidup kita
Pada tiap apapun di diri kita
Yang entah bagaimana bisa
Ditakdirkan langit menjadi teman hidup hingga kelak menua (aamiin)
Sarapanmu roti punyaku nasi
Ikanku rendang laukmu kari
Madzhabmu Hanafi punyaku Syafi'i
Hafalmu bait qurani pustakaku sejauh puisi
Bahasamu Urdu sedangkan aku Sunda asli
Inggrismu pun cakap betul sementara aku masih salah melafal kata technically
"Not teHnikeli, Sayang. It's teKnikeli..."
Aku gila fotografi sedang kamu tak sudi wajahmu terjepret sampai kupaksa dulu berkali-kali
Padahal aku kan juga ingin seperti pengantin baru lain yang tebar mesra sana-sini
IV
Tapi ada yang sama
Pada cara kita menyampaikan rasa
Yang sialnya terjebak jauh sekali jaraknya
Antar dua pulau negeri sakura
Tapi ada yang sama
Pada penjagaan kita terhadap cinta
Yang meredupkan keraguan kita akan kuatnya
Mahabbah yang dititipi Sang Maha Cinta
June 22nd, 4:12 am